Pasar memang tak pernah sepi dari kegiatan jual-beli. Puncaknya,
yah ketika menemui hari raya kemarin, sejak satu bulan terakhir kegiatan
jual-beli-konsumsi sangat digandrungi oleh kebanyakan kaum mayoritas. Meski harganya
bisa mencapai tiga kali lipat harga di bulan-bulan sebelumnya untuk kebutuhan
pokok, pasar selalu sesak oleh para konsumen. Ada pula yang memangkas sekian
persen untuk sekedar menghabiskan stok outfit hari raya. Sebuah keberkahan bagi
para penjual dan sebuah “kepuasan” bagi para pembeli.
Heran memang melihat fenomena kemarin yang “konon” adalah
bulan menahan nafsu tapi nafsu untuk konsumsi malah semakin menjadi. Dari mulai
kegiatan buka bersama yang pastinya merogoh kocek yang tak sedikit hanya untuk
satu pertemuan, hingga konsumsi menutupi badan dengan segambreng pernak-pernik
kosmetik di hari raya. Munafik memang jika saya “mengharamkan” kegiatan
tersebut karna ada beberapa kegiatan serupa yang saya hadiri demi menghargai
kawan-kawan. Dan dampaknya saldo terkuras habis tersisa recehan yang
sedikit-sedikit harus di keluarkan demi mengganjal perut.
Sedikit tak setuju
dengan kebiasaan yang menurut saya absurd melihat gelaja kemarin, dimana lelah
harus tawar-menawar harga demi sebuah benda mati, rela berdesakan diantara para
konsumen yang sama. Ketika sedang berada
pada posisi dimana harus berhadapan dengan beberapa etalase yang harus dibayar
demi sebuah eksistensi kehadiran hari raya, sehingga lupa akan sebuah kebutuhan
yang lebih pokok tentang hari-hari selanjutnya (setelah hari raya- sampai
mendapatkan kembali uang yang amat sangat “dibutuhkan” hari ini) untuk
mengamankan diri untuk menjaga jarak dengan rasa lapar sangat berbahaya. Belum lagi
setelah hari raya di sibukan dengan kegiatan liburan sebelum rutinitas
sehari-hari, sekedar menziarahi tempat wisata demi hiburan setelah penat bekerja
dan kapan lagi bisa kumpul bersama keluarga.
Sebuah tradisi yang masih dilakukan beberapa kawan, bukan
berarti menggurui tapi ini hanya sekedar opini personal yang membuat saya
sedikit malas menghadapi euphoria hari raya disaat penghasilan minim. Setidaknya
saya bisa menahan nafsu yang dilakukan kebanyakan orang pada momen kemarin juga
saya tak menggantukan sebuah eksistensi hari raya dengan seperangkat kosmetik
korporasi. Juga merayakan “hari tanpa belanja” yang biasanya dilakukan oleh
kawan-kawan kontra konsumsi pada 24 november.
“Selamat hari raya - konsumsi…..!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar